Laman

Powered By Blogger

BLOGGER

Logo Blogger Indonesia

Rabu, 06 April 2011

Golkarisasi Di Minangkabau pada Pemilu 1971

Pascapemberontakan G.30.S/PKI, partai-partai yang tidak terlibat dalam pemberontakan mencoba untuk membenahi partainya. Namun kalangan militer yaitu kodam 17 Agustus membangun suatu organisasi kekaryaan, sehingga menjadi suatu partai politik yang dikenal dengan Golongan Karya, namun militer hanya menganggap suatu kelompok kekaryaan.
Pemilihan Umum pertama dimasa orde baru pada tahun 1971 merupakan pemilu yang pertama  kali dimenangkan oleh partai Golongan Karya ( Golkar ). Terutama pemilu di Sumatera Barat. Telah banyak yang memprediksi bahwa pemilu di Sumatera Barat akan dimenangkan oleh Golkar. Namun banyak yang tidak menyangka Golkar akan memperoleh suara 63%.  Kemenangan Golkar ini merupakan suatu kejutan politik yang menarik. Sebab di Sumatera Barat sebelumnya merupakan basis partai-partai Islam, pada pemilu 1955 partai-partai Islam di Sumatera Barat selalu menang dengan mengumpulkan 89 %  suara, 49 % suara diraih oleh masyumi, dan 29% diraih oleh partai islam perti. Namun Golkar yang relatif baru justru diterima secara luas oleh masyarakat minang kabau sehingga mampu memenangakan pemilu 1971.
Pada tahun 1960-an, Golkar nyaris belum dikenal dan belum terorganisir dengan baik, namun Golkar dapat mampu menunjukkan taringnya pada pemilu 1971, dan mampu memenangi pemilu tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan partai Golkar dapat memenangkan pemilu 1971 di Sumatera Barat.
1.    Golkar merupakan salah satu partai untuk membangun kekuatan politik di Sumatera Barat.
Setelah meletusnya PRRI di Sumatera Barat, secara praktis kekuatan yang tinggal hanya militer, sedangkan partai yang mendominasi di Sumatera Barat adalah Masyumi dan PSI dibubarkan, karena kedua partai ini dianggap terlibat dalam pemberontakan PRRI. Setelah meletusnya G.30.S /PKI di Sumatera Barat, dan PKI pun dilarang, sedangkan Partai Islam Perti dan PNI dianggap partai yang bermental Orde lama. Lalu kekuatan yang tinggal hanya militerdan ada juga muncul pemikiran dari politikus Sumatera Barat untuk membangun dan menggerakan kekeuatan-kekuatanssosial dan politik yang ada, dan Golkar adalah salah satu pilihan untuk membangun kekuatan politik tersebut.

2.      Adanya strategi untuk memenangkan pemilu.
Sebenarnya Golkar belum siap untuk ikut pesta demokrasi tersebut, maka mau tidak mau Golkar harus ikut pesta demokrasi tersebut. Pada tahun 1971 Saafrudin Bahar tarpilih sebagai ketua DPD Golkar di Sumatera Barat. Menjelang pemilu 1971 nama Golkar baru ada dibeberapa kota di Sumatera Barat, dan itupun ada tuntutan Golkar harus menang. Dengan adanya tuntutan untuk memenangkan pemilu 1971, maka disusunlah suatu rencana atau strategi untuk memenangkan pemilu. Langkah pertama yang ditepuh Golkar adalah mengadakan pendekatan kepada tokoh-tokoh panutan yang ada di Sumatera Barat seperti ninik mamak dan alim ulama. LKAAM ( Lembaga Kerapatan Adat Alam  Minangkabau ) sebagai organisasi ninik mamak yang ketua umumnya Baharudin Datuk Rangkayo Basa digerakkan untuk mendekati kalangan ninik mamak, pendekatan ini cukup berhasil. 
Pada mulanya LKAAM dibentuk KODAM (Komando Daerah   Militer)   17  Agustus  (Sumbar-Riau)  yang  ditujukan  untuk rehabilitasi sosial kultural masyarakat Minang, terutama dari golongan adat  pasca-Gerakan  30  September/PKI. Walaupun dalam  kemasannya  bertujuan  untuk  melestarikan  adat,  tradisi, dan budaya Minangkabau sebagai salah satu etnik penting di Nusantara, tapi dalam praktiknya, tentu saja mereka cenderung  berakar ke atas . LKAAM mengklaim  sebagai  wakil masyarakat Sumbar atau Minangkabau, walaupun lembaga  ini  dibentuk  oleh rezim berkuasa. Selama 32 tahun pada masa rezim Orde Baru, LKAAM menjadi  bemper  politik Golkar[1].

3.      Adanya penarikan dukungan dari partai Islam.
      Bercermin dari pemilu 1955, sebagian besar peserta pemilu adalah pendukung partai islam, yaitu Muhammadiyah, Tarbiyah, dan Perti. Muhammadiyah menpunyai pengaruh dibagian tengah Sumatera Barat, dan Perti di pinggiran, sedangkan Tarbiyah yang bergabung dengan Perti secara hirarkis akan ikut dengan ulamanya. Berdasarkan ini, maka golkar memilih Perti dan Tarbiyah yang ditarik ke Golkar. Untuk menarik Tarbiyah dan Perti Golkar dibantu oleh A.A.Navis, Mohamad Zahar, serta Kolonel Naszir Asmara. Dan mampu menarik inyiak canduang, seorang ulama Tarbiyah yang disegani beserata ulama lainnya, sehingga sebagian besar rakyat di pedesaan sudah digolkarkan, hanya seorang ulama yang tidak dapat ditarik yaitu H.M.D. Datuk Palimo Kayo.
4.       Perseteruan antara Golkar dan Parmusi jadi bahan Kampanye.
        Untuk mendalang suara yang banyak, timbullah perseteruan antara Golkar dan Parmusi, perseteruan ini sudah lama terjadi, puncaknya ketika Parmusi masih memakai tanda gambar partai Masyumi yang sudah dibubarkan.penggunaan ini bermaksud untuk menarik kembali masa Masyumi yang menang besar ketika pemilu 1955.
        Dengan adanya tanda gambar yang dipakai Parmusi yang merupakan lambang dari partai Masyumi, Golkar menjadikan lambang itu sebagai bahan kampanyenya. Juru-juru kampanye Golkar berorasi “ apa yang terjadi dan akibat kemenangaan partai itu pada pemilu 1955” ? yang terjadi yaitu perperangan suadara ( PRRI ), pemberontakan PRRI memang melibatkan Masyumi, yang manimbulkan trauma yang sulilt dilupakan.
5.      Adanya trauma akibat peristiwa PRRI dan 30S/PKI
        Kedua peristiwa ini menimbulkan trauma dan bekas luka yang dalam bagi masyarakat Sumatera Barat. Dan memang pada umumnya masyarakat Sumatera Barat adalah pendukung partai-partai Islam, namun Masyumi yang sebagai partai besar terlibat dalam pemberontakan PRRI, sehingga terjadi perubahan sikap politik. Golkar yang didukung oleh ABRI dan kekuatan Orde Baru adalah tempat yang aman untuk memulai kehidupan politik yang baru, dengan kemenangan Golkar ini, maka Sumatera Barat memasuki suatu era baru.







[1] http://bundokanduang.wordpress.com/2009/03/19/demokrasi-minang-upaya-menggeser-mitos-menjadi-realitas/ Oleh: Israr Iskandar / 6 mei 2010








Sumber:
1.Zed mestika, Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1995 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 243-253. 
2.2. http://bundokanduang.wordpress.com/2009/03/19/demokrasi-minang-upaya-menggeser-mitos-menjadi-realitas/ Oleh: Israr Iskandar / 6 mei 2010.

by : cah angon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar